Trappist’s Trap

Posted on Updated on

DISCLAIMER
Cerita ini berisi perjalanan menuju tempat-tempat ziarah umat Katolik.  

LOKASI

Pertapaan St. Maria O.C.S.O.
Rowoseneng, Ngemplak, Kandangan, Temanggung Regency, Jawa Tengah 56281
7°13’5” S 110°12’37” E




THE STORIES

Apa yang terlintas di pikiran Anda ketika mendengar atau membaca kata “pertapaan”? Orang-orang yang hidup dengan sangat sederhana, mengenakan pakaian berupa jubah dengan tudung kepala dan hidup dalam gua atau tempat terpencil lainnya, terkadang mereka “turun” ke desa-desa terdekat untuk mengajar agama dan meminta sedekah?
Mungkin itu gambaran yang vinceney dapat karena pernah melihat adegan pertapa dari film-film luar negeri.
Lalu bagaimana hidup monastik menurut Gereja Katolik?



Gereja Katolik juga mengenal konsep pertapaan, atau yang disebut sebagai Monastisisme (μοναχός (Yun) baca = monakos, dari akar kata μονός, baca = Monos, artinya sendiri, kemudian diserap dalam bahasa Inggris menjadi monastics, dan individu yang menjalankan praktik monastik disebut monk – rahib). Monastisisme Kristiani mulai tumbuh sejak permulaan sejarah Gereja, mengikuti teladan dan gagasan dari Kitab Suci, termasuk yang tercantum dalam Kitab Suci Perjanjian Lama. Praktik hidup ini diatur dalam aturan-aturan religius (misalnya Regula St. Agustinus, St. Antonius Agung, dan St. Pakomius, Peraturan St. Basilius, serta Peraturan St. Benediktus) dan, pada zaman modern, hukum kanon masing-masing denominasi Kristen yang memiliki bentuk kehidupan monastik atau kerahiban.


Ordo Sistersien Observansi Ketat (O.C.S.O.: Ordo Cisterciensis Strictioris Observantiae), atau Ordo Trapis (bahasa Inggris: Order of Trappists), adalah salah satu tarekat religius Katolik Roma yang menjalani kehidupan monastik kontemplatif tertutup (klausura) dengan mengikuti Peraturan St. Benediktus yang ditulis pada abad ke-6, menjadi panduan hidup para Trapis. Tarekat ini merupakan cabang dari Ordo Sistersien (O. Cist.), memiliki komunitas untuk para rahib (Trapis) maupun rubiah (Trapistin). Peraturan atau regula tersebut mendeskripsikan cita-cita dan nilai-nilai dari kehidupan monastik.


Saya bukan pinter sejarah, cuma copas aja beberapa artikel dari wiki 😀


Saat ini ada hampir 170 biara Trapis di seluruh dunia, dan tiga diantaranya ada di Indonesia. Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono di Getasan, Semarang, Indonesia merupakan komunitas untuk para rubiah – rahib wanita (trapistin) yang lokasi dan ceritanya dapat disimak di sini; Pertapaan Trappist Lamanabi di Tanjung Bunga, Flores Timur, Indonesia merupakan komunitas untuk para rahib (entah kapan bisa berkunjung ke sini); dan Pertapaan Santa Maria Rawaseneng di Kandangan, Temanggung, Indonesia yang juga merupakan komunitas untuk para rahib dan akan diulas dalam tulisan ini.


Kalau dulu vinceney datang ke Gedono hanya melihat tampak luar saja, beruntung ketika tiba di Rawaseneng bisa sedikit menjelajah sampai ke dalam pertapaan, meskipun memang ada beberapa tempat yang tidak boleh dimasuki pengunjung secara bebas.


Rawaseneng adalah nama sebuah desa kecil, 14 Km dari kota Temanggung di Jawa Tengah. Agak jauh dari desa, di pelosok, berdampingan dengan masyarakat pedesaan terletak sebuah pertapaan dari Ordo Trappist. Sebelum digunakan untuk pertapaan, pada tahun 1936 berdirilah di sana sekolah pertanian asuhan para Bruder Budi Mulia (BM). Ketika pecah clash fisik pada tahun 1948, sekolah beserta asrama, biara dan bangunan gereja yang ada, dibumihanguskan sehingga tinggal puing-puing. Pada tahun 1950, datanglah ke Indonesia Pater Bavo van der Ham, seorang rahib Trappist dari biara Konings­hoeven-Tilburg, di negeri Belanda, untuk menjajaki segala kemungkinan bagi pendirian biara cabang. Setelah mengunjungi beberapa tempat di Jawa Tengah, akhirnya pilihan jatuh pada Rawaseneng. Mulailah dibangun pertapaan di atas puing-puing bekas sekolah pertanian. Tiga tahun kemudian, tanggal 1 April 1953, Pertapaan Cisterciensis Santa Maria Rawaseneng dibuka secara resmi sebagai cabang dari pertapaan induk di Tilburg.


Sedikit demi sedikit berdatangan para pemu­da yang ingin menggabungkan diri. Sehingga pada tanggal 26 Desember 1958, Pertapaan Ra­waseneng diangkat menjadi biara otonom dengan status “Keprioran”. Pada tanggal 23 April 1978 dalam rangka Pesta Perak berdirinya biara, status pertapaan maju setapak lagi menjadi “Keabasan”. Rm. Frans Harjawiyata terpiih men­jadi Abas-nya yang pertama.


Pertapaan ini terletak di Kecamatan Kandangan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Tidak ada angkutan umum yang memiliki rute menuju tempat ini. Jika pengunjung hendak datang, memang harus menggunakan kendaraan pribadi atau untuk backpacker harus menggunakan jasa sewa dari Temanggung.


Melewati hamparan perkebunan kopi, lereng dan bukit yang cukup adem, jalan yang sebagian besar masih bebatuan, tempat ini memang jauh dari hiruk-pikuk perkotaan, meskipun sebelum pertapaan sudah terdapat perkampungan penduduk yang cukup padat.



Sampai di kompleks pertapaan, sebelum melewati portal, ada baiknya untuk berhenti di Museum Pertapaan Santa Maria Rawaseneng dan melapor kepada petugas keamanan.





 
Kompleks pertapaan yang berdiri di atas lahan seluas 20 ha (semoga kemarin ndak salah denger) tidak hanya terdiri dari bangunan gereja dan tempat tinggal untuk para rahib saja (dan kamar untuk tamu) namun ada juga peternakan sapi dan unggas, perkebunan kopi (dan tanaman lain tentunya), beberapa bangunan untuk pabrik dan makam.


Sebagian besar biara Trapis menghasilkan produk untuk dijual demi memberikan pendapatan bagi biara. Produk yang dihasilkan di Rawaseneng berupa susu pasteurisasi (produk ini juga dijual di toko Gedono), keju edam, kopi biji, kopi bubuk dan aneka kue kering dan roti basah.


Susu dan keju diproduksi dari hasil ternak sapi para rahib. Meskipun menyandang kata “pertapa” namun teknik perawatan ternak dan pengolahannya sudah menggunakan peralatan yang modern. Tidak melulu pertapa adalah komunitas yang sangat terpencil dengan menggunakan peralatan kerja manual.


Kue kering dan roti basah diproduksi dalam pabrik yang tak kalah modern, namun pada saat berkunjung waktu itu adalah saat liburan lebaran, jadi kegiatan di pabrik juga diliburkan.



Para rahib/ rubiah Trapis berpantang daging hewan berkaki empat. Peternakan unggas yang tidak seluas dan sebanyak sapi, tidak dijual namun digunakan untuk konsumsi para rahib. 



Penekanan St. Benediktus mengenai sedikit berbicara menghasilkan beberapa dampak pada cara hidup para rahib, meskipun mereka tidak berkaul keheningan, namun tetap saja para rahib di sana ditekankan untuk tidak berbicara yang tidak perlu. Terkadang mereka menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi, dan para pengunjung juga harus menyesuaikan dengan kebiasaan ini. Silentium Magnum.




Bangunan-bangunan di pertapaan terkonsentrasi dalam satu kompleks. Kantor di sisi kanan, gereja dan wisma tamu di sisi kiri. Wisma tamu yang dimaksud tentunya untuk pengunjung yang menginap untuk kegiatan retret, rekoleksi, bimbingan rohani atau konsultasi iman secara pribadi. vinceney hanya sebagai pengunjung biasa yang tidak menginap, pun demikian kami juga tetap harus menghormati dan mengikuti peraturan yang ada di dalam biara.







Keterangan dalam foto, klausura (cloister (ing); dari kata claustrum (latin), artinya “tempat tertutup”) didefinisikan sebagai suatu lorong beratap untuk berjalan kaki, koridor terbuka, atau arkade terbuka di sepanjang dinding bangunan dan membentuk suatu halaman tengah segi empat atau halaman dalam. Terlekatnya suatu klausura pada suatu bangunan gereja ataupun katedral, umumnya menempel pada suatu sisi selatan bangunan yang hangat, biasanya mengindikasikan bahwa klausura tersebut merupakan (atau pernah menjadi) bagian dari suatu institusi monastik, “membentuk suatu penghalang yang kokoh dan berkelanjutan… yang secara efektif memisahkan dunia para rahib dari [dunia] para budak pengolah tanah dan pekerja, yang kehidupan dan pekerjaannya berlangsung di luar dan di sekitar klausura tersebut.”


Kebetulan pada saat itu mendekati waktu ibadat siang ke-2/ ibadat tengah hari (hora sexta), maka tak ada salahnya kami juga ikut dalam ibadat di dalam gereja. Tata letaknya unik tidak seperti tata letak dalam gereja pada umumnya, karena terdapat sekat antara para rahib dengan umat bukan rahib (sebut saja demikian). Sama seperti tata letak di dalam Gereja Gedono, namun di dalam Gereja Rawaseneng lebih kaya pencahayaan.




Kali pertama vinceney mengikuti ibadat siang secara langsung di biara. Dulu sering mengikuti ibadat pagi (Laudes) yang diselenggarakan sebelum misa pagi di gereja. Meskipun sudah disediakan buku panduan ibadat dan vinceney sendiri jadi bagian dari team penyusun doa ibadat harian di web doakatolik.id, tapi rasanya kagok harus mengikuti ibadat secara langsung, terlebih teks dalam buku panduan dan di web tidak disertakan not angka untuk tiap madah yang harus didaraskan. Jadi, tinggal ikut-ikut saja dengan para rahib.

Baiklah, setelah selesai ikut ibadat siang (yang sebenernya nggak tau kapan selesainya, karena lihat umat dan rahib yang keluar dari gereja jadi menyimpulkan kalau ibadat sudah selesai hehe) saatnya pulang.
Karena vinceney dan rombongan hanya tamu yang berkunjung sementara saja, jadi tidak mungkin bisa ikut makan siang bersama para tamu yang menginap.


Tepat di atas kompleks penginapan terdapat taman doa. Karena sudah harus menuju lokasi selanjutnya, maka hanya diambil foto depan tama doa saja.

Jika ada diantara pembaca yang berminat untuk melakukan rekoleksi pribadi maupun berkelompok dengan menginap di Pertapaan Rawaseneng ini, dikenakan biaya Rp 200.000/ orang/ malam dan bisa menghubungi nomor di bawah ini. Kamar yang disediakan berkapasitas  dua orang dengan kamar mandi dalam tiap kamar (foto sneak peek kamar sudah di atas ya). Semoga setelah melakukan rekoleksi pribadi di sini, Anda dapat masuk dalam perangkap Tuhan melalui pertapaan Trappist ini.

Selamat berziarah, berdoa dan meneliti batin

Salam, doa dan Berkah Dalem

 
Bonus foto.


Ada sebuah tempat ‘rahasia’ yang mungki tidak semua pengunjung boleh datang ke tempat ini, yaitu kompleks pemakaman para imam, abas dan rahib. Tempatnya berada di bukit belakang pabrik kue dan pemerahan sapi, lalu diberi nama ‘Bukit Kalvari’.


from Blogger https://ift.tt/30056zA
via IFTTT

Nyanyian Ziarah di Gantang yang Baru

Posted on Updated on

DISCLAIMER
Cerita ini berisi perjalanan menuju tempat-tempat ziarah umat Katolik.  

LOKASI

Taman Doa “Maria Ratuning Kantentreman lan Karaharjan”
Gantang, Sawangan, Kab. Magelang, Jawa Tengah
7º 30′ 21″ S, 110º 21′ 10.962″ E






THE STORIES

Menemukan stok foto lama di kartu memori kamera, dan ternyata sudah setahun sejak terakhir kali ziarah ke tempat ini. Karena hanya bersifat stok foto saja, vinceney hanya akan megunggah foto-foto kondisi taman doa ini (pada 2018 lalu).

Tidak ada perubahan berarti pada jalur dan kondisi jalan masuk dari Blabak, Magelang, hanya akan diberikan dua buah foto pelengkap jalur dari arah Ketep Pass.



Banyak perubahan signifikan setelah dua tahun sejak pertama kali vinceney datang berziarah ke taman doa ini (cerita dapat disimak di sini. Cukup banyak perubahan yang dilakukan.





Beberapa foto pembanding antara situasi di tahun 2016 dan 2018. Semoga ada diantara pembaca yang memiliki kondisi terbaru di tahun 2019 atau jika ada kesalahan dalam penulisan isi tinjauan ini, please let me know.





Tentunya dari kondisi di tahun 2018 lalu yang sudah banyak mengalami perubahan tidak hanya pada taman doa saja, di seberang gereja yang dulunya hanya lahan kosong untuk parkir kendaraan, kini dimanfaatkan dengan dibuat kios-kios warga untuk kegiatan niaga. Namun vinceney tidak sempat mendokumentasikan situasi di kios-kios itu (nanti dikira cuma foto-foto doang, beli kagak -_-;)

Dengan adanya perubahan positif tersebut tentunya juga menarik minat para peziarah untuk datang. Selain berdoa, banyak diantaranya yang memanfaatkan keindahan alam di taman doa itu untuk mengambil foto (salah satunya saayaaaaa). 

Tidak ada salahnya memang, hanya perlu untuk lebih tahu dalam menempatkan diri, kapan harus berdoa atau berfoto tanpa mengganggu kenyamanan, konsentrasi dan kekhusukan peziarah lain yang sedang menikmati kebersamaan mereka dengan Sang Pencipta. Beberapa papan peringatan bagi peziarah untuk menjaga ketenangan sudah tertempel, namun nampaknya masih belum semua dapat menaati.
“Yaaa…namanya juga anak-anak” 😀


Tentunya perubahan tersebut tidak bisa lepas dari dukungan gereja sendiri, pemerintah daerah, para donatur dan berbagai kelompok persekutuan umat beriman dalam pengembangannya, dan semoga rencana pembangunan taman doa ini untuk tahap selanjutnya juga dapat berjalan lancar.


Untuk para pembaca yang berminat untuk berkunjung dan berziarah dapat mengikuti petunjuk arah yang sudah diberikan baik dari arah Blabak, Mungkid maupun sebaliknya jika datang dari Ketep Pass. Tentunya dengan adanya ledakan perkembangan teknologi membuat taman doa ini sudah “terdaftar” dalam peta daring, jadi Anda tidak perlu khawatir tersesat jika hendak melakukan perjalanan dengan menggantungkan pada perangkat atau aplikasi penunjuk arah, GPS.





Selamat berziarah.


Salam, doa dan Berkah Dalem.








vinceney

from Blogger http://bit.ly/31VFC8e
via IFTTT

Mencintai Kristus dalam Adorasi Ekaristi

Posted on Updated on

DISCLAIMER
Cerita ini berisi perjalanan menuju tempat-tempat ziarah umat Katolik. 


LOKASI

Kapel Adorasi Ekaristi Abadi,
Komplek Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Tanah Mas, Semarang 
-6.9637, 110.4017
6º 57′ 49.32″ S, 110º 24′ 6.12″ E

THE STORIES

Salam, Maria!
Memasuki Bulan Maria di tahun 2018 ini, vinceney mencoba memberikan ulasan mengenai beberapa tempat ziarah untuk umat Katolik. Karena berbagai keterbatasan, maka vinceney hanya bisa memberikan ulasan di wilayah Provinsi Jawa Tengah saja.

Tulisan pertama pada Kapel Adorasi Ekaristi Abadi yang berada di komplek Gereja Katolik Hati Kudus Yesus (HKY), Tanah Mas, Semarang. Tempat ini sudah sangat populer di kalangan umat di Kota Semarang karena lokasinya yang cukup mudah dikunjungi. 


Berada di sisi selatan komplek Gereja HKY, tepatnya pada bagian depan gedung serbaguna paroki. Meski tidak sepenuhnya hening, namun umat dapat dengan mudah menghayati kehadiran Kristus lewat Sakramen Maha Kudus di dalam kapel.

Sebelum beradorasi, umat dapat memilih untuk mempersiapkan doa atau bacaan yang akan didaraskan di “ruang tunggu” kapel atau berdoa di depan Pieta.

Sama seperti di tempat Adorasi Ekaristi manapun, suasana hening, sunyi dan khusuk harus tetap dijaga.


Selamat beradorasi, selamat berziarah.
Salam, doa dan Berkah Dalem.



+vinceney+

from Blogger https://ift.tt/2wAmAZH
via IFTTT

Belasungkawa Kepada Keluarga Korban Pemboman

Posted on Updated on

Minggu pagi yang lalu (13 Mei 2018), ketika sedang mempersiapkan beberapa bahan untuk postingan di blog ini, saya mendapat kabar dari WA Group mengenai berita adanya pemboman di beberapa gereja di Surabaya.

Setelah melakukan cek, ricek dan ricek lagi di beberapa laman berita daring dan menonton berita di televisi untuk memastikan kebenaran berita tersebut, reaksi pertama tentu saja saya mengalami shock. Meskipun tidak ada saudara atau kerabat yang berada di tempat kejadian, namun kejadian itu juga membawa duka bagi kemanusiaan, terlepas fakta bahwa pemboman disasarkan untuk umat/ jemaat gereja pagi itu. Beberapa orang telah menumpahkan darah mereka sebagai martir.

Dengan ini, vinceney.net mengucapkan belasungkawa sedalam-dalamnya untuk para keluarga korban pemboman yang terjadi di Surabaya pada hari Minggu lalu (dan menyusul bom bunuh diri di Mapolrestabes Surabaya pada Senin pagi tadi).

Turut mendoakan semoga arwah para korban yang meninggal diampuni segala dosanya dan mendapat tempat terbaik di sisi Tuhan.

Berikut saya kutip beberapa foto yang diunggah oleh akun “Aku Tahu Imanku” di sosial media mereka, ajakan untuk mendoakan dan foto pernyataan sikap yang diterbitkan oleh Pastor Kepala Paroki St. Maria Tak Bercela, Surabaya.


Tuhan Kasihanilah kami, Kristus kasihanilah kami.
Salam Maria…
Salam Maria…
Salam Maria…

from Blogger https://ift.tt/2GdPoXx
via IFTTT

Book Share 4: The Stories

Posted on Updated on



Tahun ke-4 bagi kami dalam menyelenggarakan kegiatan pembagian buku untuk perpustakaan di sekolah-sekolah. Di tahun 2017 lalu, Ride for Adventure (rfoa) bekerja sama dengan Satu Cakrawala yang memiliki visi dan kepedulian sama di bidang pendidikan, menggelar kegiatan di SD N 3 dan 5 Sembungharjo, yang terletak di Desa Sembungharjo, Kec. Pulokulon, Kab. Grobogan, Jawa Tengah.


Apa dan siapa Ride for Adventure?


Silakan klik di sini ya. 😉


Kami memiliki misi memberikan keceriaan kepada para siswa dan menekankan pentingnya ilmu bagi mereka. Meskipun tinggal di desa kecil, jauh dari hingar-bingar dan gemerlapnya kota, mereka juga harus mendapatkan kesetaraan dalam mendapatkan ilmu pengetahuan baik dalam lingkup kurikulum pendidikan formal maupun ilmu-ilmu praktis dan pengetahuan umum yang semoga dapat berguna untuk mereka kelak. Bagi kami, anak-anak dimanapun juga pasti memiliki potensi kecerdasan yang sama, hanya faktor kesempatan dan ketersediaan fasilitas untuk mengasahnya saja yang berbeda.

Lalu, kenapa di sekolah itu?


Seperti tahun-tahun sebelumnya, target kami adalah memberikan bantuan untuk mengisi perpustakaan sekolah pada sekolah-sekolah yang kami anggap masih terpencil dengan bangunan kurang layak huni. Seperti apa potret sekolahnya?




Karena kami tidak memiliki kemampuan finansial yang berlebih, kemampuan birokrasi untuk melobi para pejabat baik di lingkup daerah, provinsi atau dinas penanggung jawab pendidikan untuk dapat merenovasi bangunan sekolah menjadi sebuah tempat yang lebih layak untuk menunjang kegiatan belajar mengajar, maka kami hanya bisa membagikan hal sederhana kepada mereka, yaitu pemberian buku-buku untuk melengkapi perpustakaan di sekolah (atau dalam beberapa kesempatan kami bisa membantu perintisan perpustakaan sekolah).

Tidak ada perubahan jadwal. Pada tanggal 9 Desember 2017 kegiatan ini dihelat, setelah berbulan-bulan sebelumnya dilakukan persiapan (dan tentunya vinceney tidak bisa ikut serta karena alasan kesibukan pekerjaan).


Berangkat pagi buta dari Semarang, rombongan rfoa langsung melaju menuju Kecamatan Pulokulon, Grobogan untuk bergabung dengan rombongan Satu Cakrawala yang sebagian besar sudah mempersiapkan diri sejak malam hari sebelumnya.


Jalur yang kami tempuh selepas Alun-alun Purwodadi menuju lokasi tidak dapat dikatakan nyaman dan aman. Banyak kubangan air lumpur di tengah badan jalan, karena malam sebelumnya daerah itu diguyur hujan cukup deras. Jalur menuju Desa Sembungharjo juga tidak kami prediksi sebelumnya akan sangat parah. Namun, semangat kami semua masih jauh lebih besar dari jalur licin berlumpur persawahan yang kami tempuh.






Sampai di lokasi, para guru dan siswa sudah menunggu dengan antusiasme tinggi. Siswa kelas satu sampai lima dari kedua sekolah sudah berkumpul di lapangan mengenakan seragam Pramuka, ada juga beberapa yang mengenakan kaos olahraga, karena hari itu adalah Hari Sabtu. Tak menunggu lama, kegiatan tersebut kami awali dengan upacara bendera “seadanya” dengan penuh rasa hormat dan khidmad.


Pembagian tugas dilakukan setelah upacara bendera selesai. Masih terasa canggung bagi kami untuk berkolaborasi, karena kami belum pernah bekerja sama sebelumnya, meskipun banyak diantara kami yang sudah saling kenal. Karena yaaaa…sebagian besar masih orang yang itu-itu saja. Namun, dalam lingkup yang lebih besar, masih terasa sedikit kikuk untuk menyelaraskan “tradisi” satu sama lain.






Sementara beberapa anggota Team Satu Cakrawala sudah sibuk dengan pekerjaan pengepakan cindera mata dan konsumsi untuk para siswa yang sudah dikoordinir sebelumnya, beberapa yang lain memasang gambar inspiratif di tembok luar tiap kelas. Sisanya mendampingi para siswa dalam kegiatan permainan di lapangan dan aktivitas mewarnai di dalam ruang kelas yang difasilitasi oleh pihak sponsor.




Tidak ada yang duduk diam berpangku tangan atau melihat dari kejauhan saja, karena semua yang hadir sangat bersemangat ingin membagikan keceriaan di sana.




Kegiatan berlangsung sampai kira-kira tengah hari dan pada puncak acara dilakukan pembagian cindera mata berupa perlengkapan belajar untuk tiap siswa, pemberian hadiah lomba mewarna dari sponsor dan kuis kecil-kecilan untuk mereka dengan berbagai hadiah menarik serta tak lupa penyerahan bantuan secara simbolis berupa buku dan tong sampah kepada pengelola sekolah.


Lelah yang kami rasakan akibat menempuh perjalanan jauh melewati jalur jalan yang tidak nyaman terbayar sudah dengan melihat senyum, tawa dan keceriaan para siswa di SD N 3 dan 5 Sembungharjo itu.


Semoga di tahun 2018 ini kami, para pembaca secara pribadi maupun dari komunitas apapun non politik yang peduli dengan perkembangan pendidikan anak-anak di Indonesia dan mau bergabung dan berpartisipasi bersama kami -Ride for Adventure/ Ride for Others-, untuk kembali menggelar kegiatan yang lebih meriah. 


Dan katanya sih, “Berkendara itu cuma hobi, tapi membantu sesama itu kewajiban.”




Salam hangat persaudaraan!






NB. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada para penggiat fotografi yang dengan seizin mereka, beberapa hasil karyanya diunggah apa adanya tanpa melalui proses editing maupun penambahan watermark, telah digunakan untuk melengkapi dokumentasi pada tulisan ini.

from Blogger http://ift.tt/2EcX00l
via IFTTT